Masih Nekat Jadi Pelakor? Hati-Hati, Bisa Dijerat Pidana 5 Tahun Penjara, Begini Bunyi Pasalnya!
Perselingkuan semakin  marak dan bahkan beberapa menganggap perselingkuhan merupakan hal lumrah  karena munculnya rasa bosan dan juga alasan lain di baliknya.
Lebih lagi, perselingkuhan ini kadang termaafkan oleh korban karena beberapa alasan.
Bila banyak bukti  menyebutkan bahwa pasangan yang jadi korban perselingkuhan marah dan  memutuskan berpisah, tetapi menurut penelitian, justru banyak perempuan  yang memaafkan perselingkuhan pasangannya.
 Menurut data statistik,  diperkirakan bahwa hanya sekitar 6 dari 10 laki-laki yang setia pada  pernikahan dan hubungan rumah tangga mereka, artinya sisanya merupakan  laki-laki yang tak setia dengan pernikahannya.
Akan tetapi meski  begitu, hanya tiga dari 10 pernikahan dengan kasus perselingkuhan  berakhir perceraian. Artinya, tujuh dari 10 pasangan memilih  mempertahankan rumah tangga dan pernikahannya.
Sehingga menurut sebuah  studi, perselingkuhan bukan merupakan alasan utama mengapa pasangan  ingin berpisah. Bahkan, menurut ahli statistilk pernikahan, Grant Thornton,  ia melihat kasus perselingkuhan di inggris sebagai suatu hal paling  umum tetapi justru dijadikan motivasi mempertahankan pernikahan yang  paling umum.
Walaupun banyak masalah  tak bisa dideteksi, tetapi banyak pasangan yang berhasil pulih dari  ketidaksetiaan yang sempat dilakukan pasangannya.
Bahkan kini, perempuan mulai menoleransi perselingkuhan dan dugaan pengkhianatan yang telah dilakukan oleh suami mereka.
Tentu Moms pernah mendengar perselingkuhan Pangeran Inggris, Pangeran Charles beberapa tahun silam.
Sudah memperistri Putri Diana, namun ternyata Charles dikabarkan selingkuh dnegan Camilla Parker dan kini keduanya menjadi pasangan suami-istri.
Publik yang awalnya muak  menjadi beralih menolerir pilihan Pangeran Charles saat itu, dengan  alasan yang belum terdeteksi beberapa tahun silam.
Setelah melakukan berbagai survey, diketahui bahwa perempuan lebih memiliki toleransi tinggi untuk perselingkuhan.
Mereka mampu bersikap  seakan-akan masalah tersebut bukan masalah besar, meski kadang teori  yang mereka percaya juga sulit untuk mereka lakukan.
Menurut buku After the Affair, salah seorang mengatakan, �Jika suamiku melakukan itu (peselingkuhan) padaku, itu akan menjadi akhir (perceraian)�.
Tetapi nyatanya teori tak sesederhana itu, emosi memiliki peran penting dalam pengendalian perceraian akibat perselingkuhan.
Banyak alasan yang coba dipertahankan perempuan, salah satunya karena anak-anak yang sudah mereka rawat bersama. �Anda  tidak bisa begitu saja mematikan tombol cinta untuk seseorang seolah  mematikan sebuah tombol. Kebanyakan orang berjuang untuk melepaskan diri  dan butuh waktu lebih lama untuk melakukan itu daripada yang mereka  harapkan,� tulis Julia Cole, penulis buku tersebut.
Pada akhirnya,  penelitian yang dilakukan Cole membuktikan bahwa hanya ada 50 persen  dari pernikahan akan bertahan. Dan masih banyak lagi teori serta fakta  mengenai hubungan perselingkuhan dengan usia pernikahan bisa bertahan.
Menurut Alison,  menahan ego untuk tidak menyampaikan kekesalan dan mencari kesalahan  lain merupakan kunci mempertahankan hubungan yang telah dikhianati.
Sulit dan sakit memang,  namun komunikasi yang buruk justru tak akan membuat seseorang kehilangan  pasangan tetapi juga masa depannya.
Karena bukan tidak mungkin, perempuan emosional lebih rentan mengalami depresi dalam dirinya.
Pihak yang tersakiti  juga harus belajar untuk memperbaiki suasana, dan berusaha tidak membuat  keruh dan mengingat kembali kejadian buruk yang sudah terjadi.
Bahkan, perempuan yang  mengambil keputusan emosional dan memutuskan pernikahannya akan  cenderung mengurangi kepercayaan dirinya sendiri.
Seperti pendapat Psikolog Dorothy Dowe, perempuan yang melakukan hal serupa dianggap menertawakan kesedihannya sendiri. �Cukup banyak permepuan memutuskan bahwa mereka tidak bisa hidup dengan  ketidaksetiaan kemudian lari dari masalah untuk mendapat keuntungan  lain. Tapi cara tersebut membuat orang lain tak lagi menaruh kepercayaan  padanya. ia dianggap tidak bisa kembali ke situasi dan menghadapi  masalah karena tidak mau melihat permasalahan dan cenderung lari dari  masalah. Meski banyak permepuan yang tidak bergantung pada laki-laki  memilih pria karena beranggapan mampu hidup sendiri dengan harta yang ia  miliki,� ujar Rowe.
Alasan Selingkuh
Perselingkuhan bisa  terjadi baik pada Dads maupun Moms. Ada stereotip bahwa motif utama  laki-laki berselingkuh ialah karena faktor seks.
Sedangkan bagi Moms,  urusan finansial, seperti tidak dinafkahi membuat Moms sering kali  pindah ke lain hati. Padahal menurut ahli, perselingkuhan terjadi karena  berbagai faktor yang sering kali di luar dua faktor di atas.
Oleh karena itu , Moms  dan Dads perlu bijak untuk mengetahui berbagai penyebab perselingkuhan  untuk upaya pencegahan. Ada beberapa alasan, seseorang memutuskan untuk  memiliki hubungan dengan pasangan lain atau berselingkuh.
Tidak adanya keintiman emosional
Ketidakmampuan untuk melakukan percakapan dari hati ke hati dengan pasangan menjadi alasan utama seseorang untuk berselingkuh.
Selain itu, kurangnya dukungan antar pasangan bisa mendorong perempuan dan laki-laki untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Dalam bukunya The Truth  on Cheating, konselor pernikahan Gary Neuman mengatakan bahwa 47% klien  laki-laki yang berselingkuh mengaku melakukannya karena tidak adanya  keintiman emosional.
Situasi menjadi lebih  rumit karena umumnya laki-laki tidak suka menunjukkan perasaan. Oleh  karena itu, menjalin komunikasi yang terbuka merupakan kunci dari  keberhasilan suatu hubungan.
Pengaruh teman, pengalaman dan lingkungan
Jika seseorang telah  memiliki pengalaman dengan perselingkuhan pada hubungan sebelumnya, ada  kemungkinan besar bahwa orang tersebut akan bertindak sama dengan  pasangan baru.
Selain itu, orang-orang  di sekitar juga bisa memengaruhi kecenderungan seseorang untuk  berselingkuh. Dalam satu poling anonim, lebih dari 75 persen laki-laki  yang berselingkuh memiliki teman-teman yang juga mengkhianati istri  mereka.
Hubungan intim membosankan
Hubungan seks juga  memengaruhi kemungkinan pasangan untuk berselingkuh. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa kurangnya emosi positif dalam kehidupan seks seseorang  menyebabkan 70% laki-laki dan 49% perempuan untuk berselingkuh.
Nah untuk menghindarinya  sebaiknya Moms dan Dads memang melakukan berbagai hal baru dalam  kehidupan seks, tentunya yang masih aman agar tidak bosan.
Krisis kuartal kehidupan
Setiap fase dan  tahun-tahun pernikahan pastinya memiliki hambatan dan kebahagiannya  tersendiri. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak pasangan  sudah mulai tergoda saat memasuki usia 29, 39, atau 49, tepat sebelum  dekade baru.
Hal ini bukan berarti  setiap pasangan yang memasuki usia itu akan berselingkuh, namun memang  kuartal kehidupan cukup rentan terhadap godaan pihak lain.
Hal ini bisa dihindari  bila Moms dan Dads sama-sama terbuka dalam hal komunikasi, menjalankan  pernikahan dengan visi yang sejalan, serta memiliki komitmen penuh atas  keluarga dan pernikahan.
Kekurangan oksitosin
Oksitosin, juga disebut hormon cinta memainkan peran penting dalam menciptakan dan menjaga kepercayaan dalam suatu hubungan.
Para ilmuwan percaya  bahwa kekurangan hormon ini bisa menjadi pemicu pasangan untuk  berselingkuh. Dalam satu percobaan, beberapa laki-laki yang sudah  menikah disuntik dengan oksitosin, berkenalan dengan seorang perempuan  yang menarik.
Laki-laki yang sudah  disuntikkan hormon oksitosin tersebut memiliki upaya untuk menjauhi  perempuan tersebut dibandingkan dengan laki-laki lain yang tidak  disuntikkan.
Moms dan Dads bisa lebih  sering bermesraan dan menunjukkan rasa sayang dengan ungkapan lisan  untuk menjaga kadar hormon oksitosin.
Merangkum dari berbagai fakta di atas, ternyata di indonesia perselingkuhan sebenarnya bukanlah kasus yang bisa disepelekan.
Melansir dari Kompas.com,  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sepakat untuk tetap  memperluas pasal tindak pidana zina dalam Rancangan Kitab Undang-Undang  Hukum Pidana ( RKUHP).
Berdasarkan pasal 484  ayat (1) huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10  Januari 2018, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat  dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
Namun, untuk menghindari  munculnya praktik persekusi, DPR dan pemerintah sepakat untuk  memperketat ketentuan dalam Pasal 484 ayat (2).
Pasal tersebut mengatur pihak-pihak yang dapat melaporkan atau mengadukan orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana zina.
Pasal 484 ayat (2) draf  RKUHP menyatakan tindak pidana zina tidak bisa dilakukan penuntutan  kecuali atas pengaduan suami, istri atau pihak ketiga yang tercemar atau  berkepentingan.
Frasa pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan kemudian diganti dengan suami, istri, orangtua, dan anak.
�Jadi tidak semua orang bisa mengadukan. Ayat 2 ini menegaskan delik aduan suami, istri, orangtua dan anak. Disepakati,� ujar  Ketua Panja RKUHP Benny K. Harman saat memimpin rapat tim perumus dan  sinkronisasi RKUHP antara pemerintah dan DPR di ruang Komisi iii,  Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Dalam rapat tersebut hadir Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP Enny Nurbaningsih.
Setelah seluruh pasal  disepakati dalam rapat tim perumus dan sinkronisasi, draf RKUHP akan  dibawa ke rapat Panitia Kerja sebelum disahkan pada Rapat Paripurna.  Meski begitu, Akademisi Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus  Pohan, menilai perluasan ketentuan pasal perzinaan dalam Rancangan Kitab  Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) justru berpotensi disalahgunakan.
Menurut Agustinus, tak menutup kemungkinan perluasan pasal zina memunculkan tindakan kejahatan lain, yakni pemerasan. �Apa  yang akan terjadi (jika perluasan pasal zina disahkan)? Pemerasan ini  ekses negatif yang kemungkinan bisa terjadi dan ini yang harus  diantisipasi,� ujar Agustinus dalam sebuah diskusi bertajuk  �Membedah Konstruksi Pengaturan Buku i Rancangan KUHP� di Kampus Sekolah  Tinggi Hukum (STH) indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin  (7/5/2018).
Pasal 460 ayat 1 huruf e  draf RKUHP per 2 Februari 2018 menyatakan, laki-laki dan perempuan yang  masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan  persetubuhan dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun.
Tindak pidana tersebut  tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang  tua atau anak. Dalam KUHP sebelum revisi, perbuatan seksual di luar  perkawinan tidak dikategorikan sebagai tindak pidana. Perbuatan zina  hanya dapat dipidana dengan mensyaratkan adanya ikatan perkawinan para  pelaku.
Agustinus menjelaskan,  dalam suatu hubungan seksual antara dua orang, bukan tidak mungkin salah  satu pihak akan menekan pihak yang lain dengan memberikan ancaman untuk  melapor.
Salah satu pihak dapat  meminta kompensasi atau pemberian uang ke pihak lain jika tidak ingin  dilaporkan. Jika pasal tersebut nantinya disahkan, Agustinus khawatir  ketentuan itu justru akan memfasilitasi seseorang dalam melakukan  pelanggaran hukum.
�Saya khawatir justru  UU akan memfasilitasi bentuk kejahatan semacam ini karena orang seperti  diberi semacam power untuk bisa menekan melalui peraturan hukum,� tuturnya.
Sumber : Dari berbagai media online
 
Post a Comment for "Masih Nekat Jadi Pelakor? Hati-Hati, Bisa Dijerat Pidana 5 Tahun Penjara, Begini Bunyi Pasalnya!"